Jakarta, www.beritamadani.co.id – Tugas besar bangsa Indonesia adalah melakukan transformasi ekonomi Indonesia untuk mengangkat trajectory ekonomi, bukan hanya pemulihan ekonomi saja. Demikian disampaikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas DR (H.C.) H. Suharso Monoarfa, saat memberikan keynote speech Webinar Nasional “Transformasi Ekonomi Pasca Covid-19 untuk Meningkatkan Kesejahteraan” yang diselenggarakan Universitas Paramadina bekerjasama dengan Asosiasi Profesor Indonesia (API) di Jakarta, Kamis (25/8/2022).
Hadir memberikan sambutan Prof. Didik J. Rachbini Rektor Universitas Paramadina dan Prof. Dr. Ari Purbayanto, Ketua Umum Asosiasi Profesor Indonesia (API). Bertindak sebagai narasumber webinar Prof. Dr. Didin S. Damanhuri, Guru Besar dan pengajar Universitas Paramadina, Prof. Marsuki, DEA – Guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin serta Amalia Adininggar Widyasanti, Ph.D Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas dan dimoderatori Dr. Handi Risza.
“Pemulihan ekonomi bersifat jangka pendek yakni intervensi dari sisi permintaan (demand side). Yakni menjaga daya beli dengan bansos, subsidi dan lain-lain. Kemudian menciptakan permintaan dengan peluang kerja dan kebutuhan suplai barang/jasa,” terang Menteri Suharso.
Sedangkan transformasi ekonomi bersifat jangka menengah dan panjang, yakni intervensi sisi produksi (production side). Total factor productivity, produktivitas modal, produktivitas tenaga kerja.
“Berdasarkan perhitungan sejak 2010 kita sudah menikmati bonus demografi, dimana angka dependency ratio kita sudah dibawah 50. Tapi 2038-2039 titik kritis dimana kita akan kembali lagi diatas 50. Window opportunity kita sebenarnya pada tahun 2010-2037. Kita tidak memanfaatkan pada 10 tahun sebelumnya dan kita sekarang di tengahnya. Indonesia diharapkan dapat menjadi negara High Income dalam waktu 15-17 tahun kedepan,” katanya.
Lebih lanjut Menteri Suharso menjelaskan 6 (enam) strategi besar transformasi ekonomi Indonesia yang inklusif dan berkelanjutan, yakni: SDM berdaya saing dan sejahtera, produktivitas sektor ekonomi, ekonomi hijau, transformasi digital, integrasi ekonomi domestik dan pengembangan IKN.
Dalam sambutannya, Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc menyatakan bahwa pemecahan masalah Ekonomi di Indonesia, bukan hanya tugas Pemerintah, tetapi juga menjadi tanggung jawab semua pihak, termasuk masyarakat akademik di perguruan tinggi, kaum cerdik pandai, dan dengan ilmu, juga pengalaman yang dimilikinya, diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti.
“Melalui seminar nasional ini para profesor dan narasumber yang dihadirkan diharapkan dapat memberikan pencerahan, dan Insights terkait dengan transformasi ekonomi pasca Covid untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
Dalam tanggapannya Prof. Didin S. Damanhuri menyatakan,”Saya kira tadi Bapak Menteri telah menyampaikan tentang success story Indonesia yang secara impresif mengalami pertumbuhan ekonomi 5,44%, dengan inflasi memang agak naik tertinggi sejak tahun 2015 4,94%. Tadi juga disambung dengan gambaran transformasi yang akan ditempuh oleh pemerintah dengan trajektori katakanlah sampai 2045.”
“Bagi saya pertumbuhan ekonomi kemudian GDP dan indikator-indikator makro itu adalah necessary condition. Pak menteri sendiri menyampaikan bonus demografi bisa juga merupakan beban kalau prasyarat-prasyaratnya tidak juga dipenuhi,” lanjutnya.
Pendekatan awalnya itu Pemerintah sangat menekankan pada pendekatan supply yaitu stimulus kepada korporasi dan itu banyak ditentang oleh kalangan ekonom di luar, bahwa krisis-krisis besar itu umumnya ketika fiscal policy menjadi satu-satunya andalan seharusnya menjadi demand side approach.
“Perdebatan itu berlangsung cukup lama lebih dari 3 bulan barulah ada konsensus APBN 2020 dengan 695,2T itu agak lebih demand side jadi memperkuat daya beli masyarakat. Kemudian 2021 setelah kita kena resesi kemudian kembali pemerintah kepada supply side yaitu memberikan stimulus kepada korporasi, mungkin ini karena lobi-lobi swasta yang begitu kuat dan hampir seluruh korporasi besar itu mengalami kebangkrutan,” ungkapnya.
Sehingga akhirnya APBN 2021 mengalami adjustment dan lebih demand side pula. Yang harus dicatat pada tahun 2021 Indonesia mengalami suatu keadaan dimana penanganan Covid-19 relatif yang terburuk, karena kita mengalami baik yang terinfeksi dan juga meninggal paling tinggi di dunia pada bulan Juli.
“Tetapi yang ingin saya ungkapkan peranan negara yang relatif menjadi mindset Washington Consensus dan terjadi perdebatan yang demand side itu, dikala Covid ini dan juga krisis sebelumnya ternyata dana solidaritas krusial dari masyarakat itu sangat besar, terjadi tolong-menolong antar RT, antar saudara, pulau dan lain sebagainya,” bebernya.
Sementara itu Prof. Marsuki menyatakan bahwa Ide tentang transformasi ekonomi ini didengungkan oleh pemerintahan Jokowi pada awal periode pertama semenjak 2014, kemudian itu menjadi keputusan politik yang bagus hingga tahun 2019-2024.
“Transformasi ekonomi dianggap sebagai jalan untuk menuju Indonesia yang lebih maju dengan sebenarnya berdasarkan dengan pesan-pesan yang sudah menjadi perbincangan internasional. Indonesia salah satu negara yang punya perspektif dan prospek sebagai negara besar pada tahun 2050, dan ini merupakan hal yang sangat logis melihat potensi dan peluang bagi Indonesia kedepan,” tuturnya.
Jadi transformasi ekonomi yang menjadi tekad besar pemerintahan Jokowi pada awal 2014 kemudian secara politik dideklarasi tahun 2019-2024 dari RPJMN, itu menjadi sesuatu yang harus dilakukan karena merupakan janji politik.
“Yang menarik kenapa isu ini dianggap Pemerintah wajar untuk dilakukan karena beberapa negara besar PCW kemudian McKenzie itu sudah mendeklarasi Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang punya prospek besar untuk bertumbuh dan berkembang dan sejahtera tahun 2050, dan itu menjadi referensi Pemerintah,” tambahnya.
Transformasi ekonomi ini dianggap menjadi jembatan emas untuk mewujudkan Indonesia maju pada tahun 2045, memperingati 100 tahun Indonesia merdeka, disitu diharapkan pendapatan per kapita meningkat, kemiskinan itu bisa berkurang termasuk pengangguran, dan keadilan sosial bisa merata, tetapi itu tentu saja bukan keadaan yang serta merta dapat tercapai ada precondition yang harus disiapkan oleh Pemerintah.
Dalam kesempatan yang sama Amalia A. Widyasanti menyatakan bahwa ekonomi Indonesia harus tumbuh tinggi untuk mengembalikan pada trajectory PDB sebelum krisis. “Hasil hitungan kami di Bappenas dengan pertumbuhan rata-rata 6% maka kita baru bisa mengembalikan trajectory PDB tanpa krisis itu kira-kira di tahun 2029.”
Tanpa transformasi ekonomi ungkap Amalia, sulit bagi Indonesia untuk lepas dari middle income trap, dengan hanya rata-rata pertumbuhan 5% maka Indonesia tidak akan mencapai negara berpendapatan tinggi sebelum 2045 bahkan sampai 2045 pun kita masih menjadi negara berpendapatan menengah atau middle income country.
Redesain transformasi lanjut Amalia, ekonomi pasca Covid-19 ini sangat urgent karena transformasi ekonomi ini dibutuhkan untuk mengembalikan tingkat kemiskinan dibawah satu digit dan segera mengeluarkan penduduk Indonesia dari rentan ekstrim poverty.
Untuk mewujudkan visi Indonesia 2045 ia menyarankan keharusan bertransformasi, dan aspek fundamental dari transformasi ekonomi yang harus disiapkan dari sekarang berkaca pada pengalaman beberapa negara yang berhasil keluar dari MIT seperti Jepang, Korea, dan China.
Inti transformasi ekonomi adalah peningkatan produktivitas. Pertama adalah memindahkan atau yang biasa kita sebut structural reform transformation yaitu merubah struktur ekonomi kita, kita menggeser struktur ekonomi yang berbasis komoditas kita pindahkan kepada sektor-sektor yang bernilai lebih tinggi dimana kita bisa memindahkan tenaga kerja dari yang sektor berbasis komoditas kita geser menjadi tenagakerja yang bisa lebih berkontribusi kepada sektor sektor yang lebih produktif dan bisa menghasilkan nilai yang lebih tinggi.
“Pemanfaatan bonus demografi adalah kunci untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi kita tetapi tentunya SDM yang kita miliki harus betu-betul ditata kemudian didorong kualitas dan produktivitasnya,” pungkasnya. (*/Red.BMK)