Kota Malang, www.beritamadani.co.id – Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Kota Malang tengah digodok. Atas Ranperda tersebut, sejumlah Fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang menyampaikan sejumlah catatan dan rekomendasi. Hal itu disampaikan saat Rapat Paripurna di Lantai 3 Gedung DPRD Kota Malang, dengan agenda Pandangan Umum Fraksi terhadap Ranperda itu, Senin (31/10/2022).

Seperti yang disampaikan Fraksi PDI Perjuangan melalui juru bicaranya, Nurul Setyowati, bahwa setelah fraksinya melakukan analisis dokumentatif terhadap draft PDRD tersebut secara seksama serta melakukan diskusi serta dialog fraksi secara intensif, maka pihaknya memiliki tanggungjawab dan moral etik untuk melakukan evaluasi secara bertahap melalui kritik, saran, masukan, pandangan dan rekomendasi strategis.

Nurul, sapaan akrabnya, mengatakan secara keseluruhan dalam 4 tahun terakhir, Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersumber dari PDRD masih jauh dari kata memuaskan. “Sehingga dibutuhkan inovasi dalam upaya peningkatan PDRD. Mohon penjelasannya,” pintanya.

Selanjutnya, Nurul menyampaikan, Fraksi PDIP meminta penjelasan terkait masalah klasik yang selalu dihadapi berkaitan dengan masalah PDRD mengenai kurang validitas data dan masih banyak obyek pajak yang lolos dari pendataan.

Selain itu, kata Nurul, berkaitan dengan kurang berperannya perusahaan daerah sebagai sumber pendapatan daerah, juga tidak kalah penting.

“Padahal setiap tahun selalu dianggarkan untuk meningkatkan performa BUM-Daerah Kota Malang. Kami mohon penjelasannya terkait itu,” ujar politisi Dapil Lowokwaru ini.

Fraksi partai berlambang banteng moncong putih itu juga berpandangan bahwa Pemkot Malang belum mampu melakukan identifikasi dan pemetaan potensi sumber pendapatan daerah secara optimal, termasuk mengeksplorasi pajak daerah, retribusi daerah atau bahkan penerimaan dari hasil kekayaan daerah yang dipisahkan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

“Selain itu, Fraksi PDI Perjuangan juga masih memandang lemahnya pengawasan atas pelaksanaan pemungutan PDRD menjadi penyebab utama, sehingga perbaikan dari sistem evaluasi atas pelaksanaan PDRD harus ditingkatkan lagi. Mohon  penjelasannya,” pungkas Nurul.

Sementara, Fraksi Partai Golkar menyampaikan, dengan adanya beberapa perubahan dalam muatan Ranperda ini, Golkar menekankan agar perubahan tersebut diikuti dengan penerapan yang sebagaimana mestinya, dengan mempertimbangkan kepentingan masyarakat, memperhatikan multiplier-effect dari sistem yang diterapkan. “Sehingga tepat sasaran dan sesuai target yang akan dicapai dan memperhatikan kejelasan objek dan subjek pajak, dan keterukuran prinsip dan sasaran penetapan tarif serta wilayah pemungutan pajak,” kata Juru Bicara Partai Golkar.

Menurut Fraksi Golkar, dalam Ranperda PDRD ini sektor pajak daerah memperkenalkan Pajak Opsen yang merupakan pungutan tambahan berdasarkan persentase tertentu atas suatu jenis pajak, yaitu Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bemotor (BBNKB).

“Fraksi Partai Golkar minta penjelasan terkait hal-hal yaitu, apakah Opsen Pajak Kendaraan Bermotor  dan Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor tidak akan membebani wajib pajak? Manfaat apa yang akan diperoleh bagi Pemerintah Kota? Penetapan tarif Opsen 66 persen dihitung dari besaran pajak terutang,” ungkap Juru Bicara Fraksi Partai Golkar itu.

Rekomendasi dan catatan juga datang dari Fraksi Partai PKS. Melalui juru bicaranya, Rokhmat, Fraksi PKS pada momentum pembahasan Ranperda PDRD ini, meminta kepada Pemkot Malang berkaitan dengan data kajian akademis mutakhir semua potensi PDRD untuk disampaikan kedalam dokumen tertulis.

Selain itu, menurut Fraksi Partai PKS, Ranperda PDRD merupakan respon terhadap Undang-undang Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, yang agar dilakukan mengharuskan penyesuaian aturan mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

“Terdapat beberapa aturan baru seperti halnya dalam Pasal 38 mengenai pengenaan Opsen pada PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) dan BBNKB (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor) sebagai penggantian skema bagi hasil yang selama ini berada dibawah pengelolaan Pemprov, dituntut untuk dapat bersinergi dengan Pemerintah Daerah. Dalam hal ini, sejauh mana kesiapan dalam penerapan atas pengelolaan pajak tersebut, mohon penjelasannya,” tegas Rokhmat.(Yuni)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous post <strong>Pemkab Kediri Gelar Apel Kesiapsiagaan dan Gelar Peralatan Penanggulangan Bencana 2022</strong>
Next post <strong>Berani Kritik Pemkab Kediri, 3 CPNS Dapat Pelatihan Mandiri dari Mas Dhito</strong>