Jakarta, www.beritamadani.co.id — Indonesian Journalist Watch (IJW) mengatakan Keputusan apapun yang dibuat Ketua Umum PWI (Persatuan Wartawan Ibdonesia) Pusat, Hendri Ch. Bangun dan Sekjen cacat hukum dan tidak konstitusional, termasuk mau kukuhkan Lembaga Konsultasi Bantuan Penegak Hukum (LKBPH) PWI Pusat.
“Kepengurusan Hendri Ch. Bangun sejak tanggal 16 Mei 2024, sudah tidak legitimate. Tidak konstitusional lagi setelah Dewan Kehormatan (DK) memberikan sanksi peringatan keras dan merekomendasikan Sekjen, Wabendum dan Direktur UKM dipecat dari kepengurusan,” tegas Ketua Umum Indonesian Journalist Watch (IJW), HM. Jusuf Rizal, S.H., kepada media di Jakarta.
Sebagaimana diketahui publik dan viral, Hendri Ch.Bangun bersama Sekretaris Jenderal, Sayid Iskandarsyah, Wabendum, M.Ihsan dan Direktur UKM, Syarif Hidayatullah terkena kasus dugaan Korupsi dan atau penggelapan dana bantuan/CSR/sponsorship Kementerian BUMN untuk pelaksanaan UKW (Uji Kompetensi Wartawan) senilai Rp.2,9 miliar dari total Rp.6 miliar .
Kasus ini pertama kali di buka Ketua Dewan Kehormatan (DK) PWI Pusat, Sasongko Tedjo dan Bendum PWI Pusat, Martin Slamet. Kemudian, 16 April 2024, DK memberikan sanksi Organisasi terhadap Hendri Ch. Bangun berupa Peringatan Keras dan pengembalian uang yang dikuasai secara tidak sah Rp.1,7 miliar selama 30 hari. Sementara Sekjen, Sayid Iskandarsyah, Wabendum, M.Ihsan dan Direktur UKM, Syarif Hidayatullah direkomendasikan dipecat. Keputusan DK didukung Dewan Penasehat (DP) PWI Pusat.
“Jadi apapun Keputusan Ketua Umum dan Sekjen PWI Pusat adalah cacat hukum. Dengan tidak dilaksanakannya rekomendasi DK PWI Pusat berupa pemberhentian Sekjen, Wabendum dan Direktur UKM yang berakhir 16 Mei 2024, sejak itu Kepengurusan Hendri Ch.Bangun sudah cacat hukum,” tegas Jusuf Rizal, pria berdarah Madura-Batak Presiden LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) itu.
Bukankah Hendi Ch.Bangun dan Sayid Iskandarsyah, melakukan somasi atas keputusan DK? Itu sah-sah saja. Tapi fakta adanya pelanggaran konstitusi organisasi PWI jelas terang benderang dan tak terbantahkan. Ada sejumlah kebohongan Hendri dan Sayid antara lain:
Pertama, ada pencairan dana Cash Back Rp.1.000.080.000,- untuk oknum BUMN berinisial G. Faktanya itu bohong. Tidak ada oknum BUMN yang meminta dan menerima itu.
Kedua, ada tanda terima Rp. 540 juta dana Cash Back pertama dari Oknum BUMN berisial G. Dugaan itu ditanda tangani Sekjen Sayid Iskandarsyah. Ini masuk pelanggaran hukum baru, pemalsuan dan pencatutan.
Ketiga, pengeluaran dana berupa cheque tanpa tanda tangan pemilik otoritas, Bendahara Umum, Martin Slamet, sesuai Pasal 12 dan 14 Peraturan Rumah Tangga. Ini melanggar konstitusi.
Keempat, mengeluarkan dana marketing fee dari bantuan dana UKW BUMN atas instruksi Presiden Jokowi ke Menteri BUMN, Erick Thohir senilai Rp.691 juta ke Direktur UKM, Syarif Hidayatullah. Padahal tidak ada aktivitas marketing. Bohong lagi
Kelima, Hendri dan Sayid ketika ditanya Ketua PWI Jabar, Hilman Hidayat dalam Zoom meeting yang diikuti PWI Daerah, apakah Hendri dan Sayid mengambil dana bantuan UKW dari BUMN untuk kepentingan pribadi? Dijawab tidak. Bohong lagi.
Faktanya Hendri mengembalikan dana Rp.1.000.080.000,- dan Sayid senilai Rp.540 juta. Tinggal Direktur UKM, Syarif Hidayatullah yang belum mengembalikan Rp.691 juta. Jika tidak ambil duit kenapa ada pengembalian?
Jadi, menurut Jusuf Rizal, penggiat anti korupsi itu, keputusan DK PWI Pusat sudah memenuhi standar adanya pelanggaran konstitusi organisasi. Namun jika Hendri dan Sayid keberatan, maka mereka harus melakukan pembelaan diri atau mempertanggungjawabkan kebenaran yang diyakini ke Kongres Luar Biasa (KLB). Bukan melalui somasi.
“Jadi IJW menilai kepengurusan PWI Pusat sudah tidak efektif lagi. Ini harusnya menjadi perhatian dari pemberi mandat (PWI Daerah) untuk mendorong pelaksanaan Kongres Luar Biasa (KLB) guna meminta pertanggungjawaban. Karena tanpa melalui forum tertinggi itu, Hendri Ch.Bangun ngotot merasa tidak ada yang dilanggar,” tegas Jusuf Rizal penggiat anti korupsi itu.
Semestinya Hendri Ch. Bangun fokus menyelesaikan masalah dugaan korupsi dan atau penggelapan dana bantuan BUMN yang merusak citra dan wibawa PWI ketimbang membuat manuver mau kukuhkan Lembaga Konsultasi Bantuan Penegak Hukum (LKBPH) PWI Pusat.(PWMOI)