Malang, www.beritamadani.co.id – Setelah perda kota layak anak disahkan oleh DPRD Kota Malang, Pemkot Malang langsung tancap gas. Hal ini terbukti dengan adanya rembuk stunting aksi Konvergensi percepatan penurunan Stunting yang dilaksanakan oleh Dinsos P3AP2KB disalah satu hotel di Kota Malang.
Balita stunting atau tengkes tertinggi di Kota Malang, Jawa Timur, akibat paparan rokok. Celakanya, kebanyakan balita itu dari keluarga miskin.
“Paparan rokok cukup tinggi,” tegas Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinsos-P3AP2KB) Kota Malang Donny Sandito Widoyoko, Rabu (15/5).
Data balita terpapar asap rokok itu dari hasil audit stunting Kota Malang. Ada empat faktor utama penyebab tengkes, yakni paparan rokok pasif 93,8%, keluarga buang air besar sembarangan 36%, balita tidak menerima air susu ibu eksklusif 28,4% dan riwayat kehamilan ibu dengan kekurangan energi kronis 16,9%.
“Itu hasil asesmen dari tim, paling besar memang di rumah ada yang aktif perokok,” ucapnya.
Hasil audit tengkes itu kemudian mendorong penerbitan Peraturan Wali Kota Malang Soal Kawasan Bebas Asap Rokok di tempat umum dan angkutan umum.
Ironisnya, balita tengkes akibat paparan asap rokok itu berasal dari keluarga miskin.
“Secara eksisting di lapangan, anak stunting kebanyakan dari keluarga kurang mampu,” ungkapnya.
Kendati demikian, Pemkot Malang masih proses memadankan data kemiskinan, miskin ekstrem dan tengkes. Data itu akan digunakan sebagai dasar kebijakan intervensi spesifik dan sensitif penanganan tengkes.
Saat ini angka tengkes menurun dari bulan timbang di Posyandu periode Januari-Februari 2024. Balita yang diperiksa pada Februari 2024 sebanyak 35.749 balita. Dari angka itu, balita tengkes turun menjadi 8,38% atau 2.997 anak dari sebelumnya 8,57% atau 2.998 anak.(Yuni)