Jakarta, www.beritamadani.co.id – Setiap malam ada upaya untuk memasang baliho Sang Ketua PSI, sedangkan dimalam yang sama ada 17 juta manusia Indonesia tidur dalam perut kosong, menurut statistik dunia. Kemiskinan di Indonesia, kelaparan di Indonesia tertinggi di Asia, 17 juta perut tidur dalam keadaan lapar tiap malam.

Demikian disampaikan Rocky Gerung dalam Diskusi Demokrasi dan Peradaban dan Penganugerahan Dignity Award yang diselenggarakan atas kerja sama Institut Peradaban dan Universitas Paramadina di Auditorium Nurcholish Madjid Universitas Paramadina, Senin (6/11/2023).

“9 (sembilan) juta fakir miskin mau dikasih makan Khong Guan? IQ nasional kita sekarang tinggal 78, dengan 9 juta kelaparan tiap malam dan IQ yang tinggal 78 mau ngapain dengan bonus demografi?” tanya Rocky.

“Dari awal Pemerintah Presiden Jokowi membatalkan ide utama dari konstitusi, ide mencerdaskan kehidupan bangsa dan merawat fakir miskin, yang ketiga bahkan dicoba-coba mau ikut serta dalam perdamaian dunia, Presiden Jokowi tidak pernah pidato seperti Erdogan pidato untuk pro Palestina, yang ada di Monas kemarin itu masyarakat sipil bukan Negara,” terangnya.

Dalam diskusi yang dimoderatori oleh Jilal Mardani Rocky menjelaskan ada yang salah didalam demokrasi kita. “Sehingga mereka yang paham tentang democratic value democratic imperatif selama 9 tahun diam, dua hari lalu menangis depan TV apa nggak bego tuh?. Artinya dari awal dia tidak melihat bahwa dia membeli kucing dalam karung 9 tahun,” ujarnya.

Rocky menyinggung tidak ada upaya menghasilkan dignity, martabat sebagai bangsa. “Engak ada satu fasilitas pun didalam olah pikir kita yang memungkinkan, kita percaya akan adanya dignity pasca Jokowi di Impeach,” tambahnya.

Menurut Rocky radikal break hanya mungkin terjadi jika proses demokrasi dibatalkan total, prosedur demokrasi sekarang adalah peralatan Jokowi untuk memperpanjang dinastinya memakai semua aparat. “Jadi kita batalkan dulu prosedur yang dibuat Jokowi, baru Anies bisa menerobos halangan itu, baru Prabowo bisa lega bahwa dia masuk ke koridor yang sudah dibersihkan, Ganjar juga bisa berpikir bahwa iya saya bukan petugas, petugasnya partai,” ungkapnya.

Menyinggung ucapan Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie bahwa republik ini rasa kerajaan memiliki konsekuensi. “Kalau dia bikin keputusan yang moderat berarti dia bagian dari kerajaan. Tapi kita percaya bahwa Pak Jimly didesain oleh alam semesta untuk jadi messenger, the new kind of democracy. Anda diminta untuk jadi seorang ethicus bukan sekedar seorang teoritikus dalam kebijakan negara. Rakyat ini menunggu seorang ethicus menumbuhkan kembali harapan.”

Rektor Universitas Paramadina Prof. Didik J. Rachbini, M.Sc., Ph.D., dalam sambutannya menyatakan bahwa sebenarnya demokrasi kita sudah masuk jurang.  “Sudah dimulai sejak mau masuk periode ke-3 (Jokowi).  Satu langkah untuk mengubah konstitusi dimulai dari menteri-menteri menyampaikan. Itu ada mastermind-nya dan Itulah sebenarnya perilaku yang sudah merubah demokrasi sudah masuk jurang, kemudian berlanjut sampai sekarang pilpres,” ungkapnya.

“Sesungguhnya kita memperlakukan demokrasi tidak bisa dengan pola seperti itu dan saya mengatakan itu naif. Kita harus menghidupkan check and balances. Demokrasi itu satu mata uang dengan dua muka, yaitu demokrasi dan rule of law dan sekarang ini hukumnya sudah diobrak-abrik,” imbuhnya.

Sementara itu Prof. Dr. Salim H. Said menyatakan bahwa Ketika pelantikan Jokowi-JK ada pawai, kita terharu dan menangis, teringat 10 tahun di Amerika selalu melihat pesta setelah pemilihan presiden. “Di negeri saya kita tidak pernah merayakan dan ketika Jokowi-JK berpawai keliling Jakarta saya terharu. Toh akhirnya bangsa saya merayakan terpilihnya pemimpin. Sedihnya hari terakhir jokowi, teman saya Goenawan Mohamad menangis di TV. Apakah ini tanda awal dan akhir ditandai dengan tangis. Wallahualam,” paparnya.

Dalam acara ini juga dilakukan penyerahan penganugerahan Dignity Award kepada Dr. (HC) KP Jaya Suprana. Menurut Dr. Umar Husin pemberian penghargaan ini didasari karena Jaya Suprana dikenal sebagai tokoh pluralis, yang tidak henti-hentinya menghela peradaban bangsa ini untuk menuju peradaban yang lebih baik.

Dalam sambutannya Jaya Suprana selaku penerima penghargaan Dignity Award, mengungkapkan bahwa memang tidak semua orang bisa memaknai peradaban yang sesungguhnya, Ia menyatakan kekagumannya kepada Prof. Salim H. Said yang tanpa letih dan bosan selalu mengajarkan untuk membentuk peradaban yang lebih baik. (PRM)

Previous post <strong>Wahyu Hidayat Menyerahkan Penghargaan yang Diraih Diskominfo Kota Malang</strong>
Next post <strong>Pemikiran Amartya Sen “Etika Berbasis Kebebasan”</strong>