Jakarta, www.beritamadani.co.id – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya mengantisipasi ketidakpastian perekonomian global, serta memantau kondisi industri yang merupakan sektor penopang utama perekonomian nasional. Salah satunya melalui pembangunan Indeks Kepercayaan Industri (IKI).
“Agar dapat mengimbangi kecepatan dinamika dan tantangan ekonomi global, Kemenperin berusaha mendapatkan informasi akurat, lengkap dan terkini terhadap kondisi sektor industri pengolahan, salah satunya melalui pembangunan Indeks Kepercayaan Industri (IKI),” ujar Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Dody Widodo saat menghadiri Kick Off IKI di Bandung beberapa waktu lalu.
IKI merupakan indeks yang dibangun dan dirilis oleh Kemenperin pada akhir November 2022 mendatang. IKI juga bisa membantu antisipasi kerugian yang lebih besar apabila terjadi permasalahan pada industri dan menggambarkan iklim usaha industri untuk dapat mengetahui prospek bisnis periode mendatang pada sektor industri di Indonesia.
“Kemenperin menargetkan IKI dapat digunakan untuk mendiagnosa permasalahan sektor industri serta penyelesaiannya secara cepat dan tepat,” imbuhnya.
Sekjen Kemenperin menambahkan, sudah ada beberapa indeks serupa yang menunjukkan kondisi sektor manufaktur, seperti Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur yang dirilis oleh S&P Global dan Prompt Manufacturing Index Bank Indonesia (PMI BI). Namun, menurutnya, laporan IKI akan lebih menekankan pada responden yang jumlahnya lebih besar dan mewakili semua skala usaha subsektor industri.
IKI merupakan indeks perspektif yang dihitung berdasarkan tiga variabel yaitu Pesanan, Produksi, dan Persediaan. Indeks yang bernilai lebih dari 50 akan menunjukkan kondisi industri yang ekspansif/optimis, sebaliknya indeks yang kurang dari 50 akan menunjukkan kondisi industri yang mengalami kontraksi. Nilai IKI adalah cerminan aktivitas pelaku industri.
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mengatakan bahwa Kemenperin meluncurkan IKI supaya ada indeks yang bisa mengukur kinerja sektor manufaktur.
“Hal ini agar kami mendapat informasi yang lebih detail dengan kekuatan data. Sehingga, kebijakan, intervensi, dan stimulus yang kita berikan bisa lebih tepat,” jelasnya.
Menurut Febri, indeks-indeks yang sudah ada saat ini masih menunjukkan informasi yang bersifat global, tidak mendetail per subsektor industri, sehingga pemerintah kesulitan dalam menentukan kebijakan yang tepat berdasarkan informasi tersebut. Selain itu, juga sulit melacak industri mana saja yang mengisi kuesioner.
“Karenanya, kami membuat IKI sebagai indeks yang bisa mengukur kinerja manufaktur secara mendetail, dengan menyajikan data dari 23 jenis subsektor industri berdasarkan KBLI 2 Digit,” pungkasnya.
Kemenperin sepenuhnya menjaga keamanan informasi yang diberikan perusahaan, seperti halnya data industri lainnya yang terdapat dalam SIINas. Hal ini sebagaimana amanat UU No.3 tahun 2014 tentang Perindustrian pasal 69 dan 70 ayat 2, UU no.16 tahun 1997 tentang Statistik, serta UU no.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
“Kami memahami adanya kekhawatiran mengenai jaminan keamanan data. Keamanan sistem SIINas saat ini telah memiliki ISO 27001: Information Security Management System. Kemenperin juga memastikan SDM aparatur yang terkait juga terikat oleh Non-Disclosure Agreement serta adanya ancaman sanksi administratif jika menyampaikan data yang merugikan perusahaan,” Febri menegaskan.
Pelaporan IKI dilakukan oleh perusahaan industri melalui kuisioner online yang meliputi identitas perusahaan, perkembangan kegiatan industri, perkembangan volume pesanan baru, perkembangan volume produksi, perkembangan volume persediaan produk, dan prospek bisnis pada enam bulan ke depan. Pengisian kuesioner ini dilakukan mulai tanggal 12 sampai dengan 23 setiap bulannya melalui portal Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas).
“Dapat kami sampaikan, data yang dilaporkan untuk membangun IKI adalah data persepsi, bukan data angka (level),” jelas Febri.
Tidak seperti pelaporan lainnya yang memiliki banyak pertanyaan atau isian, laporan kegiatan industri ini hanya memiliki 5 pertanyaan dan sudah ada pilihan jawabannya. Sehingga walaupun diminta bulanan tidak akan menambah beban industri, hanya butuh waktu kurang dari 10 menit. Febri berpesan agar perusahaan mengisi survei IKI secara objektif sesuai dengan kondisi perusahaan. “Kemenperin selalu membuka diri dengan industri, bersama-sama dengan industri berkomunikasi tentang berbagai masalah yang dihadapi,” ujarnya. (Red.BMK-Tarsih)