Malang, www.beritamadani.co.id – Ide gerakan sosial peduli terhadap petani tebu lokal dari tiga asosiasi pengusaha Malang Raya akhirnya mulai mengkristal. Hal ini nampak dengan diadakannya  pertemuan dengan Ketua Umum PKPTR (Pusat Koperasi Primer Tebu Rakyat), K.H. Hamim Kholili atau Gus Hamim dan GM.PG Krebet Baru I, Adang Sukendar Djuanda, Kamis pagi (11/2/2021).

Dari pertemuan antara Gus Hamim dengan tiga asosiasi yaitu Apkrindo (Asosiasi Pengusaha Kafe dan Resto Indonesia), APPBI (Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia) dan IMA (Indonesia Marketing Association) Chapter Malang, sepakat dan dicetuskan gerakan sosial berupa “Gerakan Membeli Gula Lokal”.

Melalui pernyataannya pada hari ini, Presiden IMA Chapter Malang, Kurniawan Muhammad, mendesak para Kepala Daerah untuk membuat regulasi, supaya gula-gula lokal petani dapat dijual di retail-retail yang ada di Malang Raya, sehingga masyarakat tidak membeli gula impor.

“Kami rencananya akan audiensi dengan tiga Kepala Daerah Malang Raya. Gerakan ini nantinya akan dipelopori di Malang. Bahwa gula yang beredar harus gula lokal Malang,” jelas pria yang juga menjabat sebagai Direktur Jawa Pos Radar Malang itu.

“Gerakan semacam ini bisa berjalan daerah lain bisa kok. Seperti di Yogyakarta misalnya,” imbuhnya.

Sementara itu, Fifi Trisjanti mantan Ketua APPBI DPC Kota Malang sekaligus Direktur Mall Malang Town Square (Matos) berencana memasarkan gula lokal di supermarket dengan harga khusus.

“Saya akan ambil beberapa ton (gula lokal) dan nantinya akan jual di Mall dibawah HET (harga eceren tertinggi). Dalam waktu dekat kami akan menggelar promo ‘Tebus Gula Murah’ sekaligus menyambut perayaan Imlek,” ujarnya.

Ketua Apkrindo Malang, Indra Setiyadi pada kesempatan ini mengaku bahwa asosiasinya akan membeli gula petani sekitar 1,5 ton untuk para anggota. “Mungkin jumlah ini tidak seberapa. Namun yang terpenting adalah esensi dari gerakan ini, untuk membangkitkan semangat membantu petani tebu lokal,” ungkapnya.

Mendengar gagasan tiga asosiasi pengusaha Malang Raya tersebut, Gus Hamim memberikan  apresiasi. Ia berharap, gerakan yang dicetuskan di Malang ini mendapat respons hingga ke Pemerintah Pusat.

“Ini artinya, teman-teman importir harus peduli. Jika pengusaha Malang Raya bisa peduli (nasib petani tebu lokal), kenapa importir tidak? Pesannya harus sampai (ke Pemerintah Pusat) dan akhirnya terjadilah regulasi. Regulasi biasanya timbul karena ada desakan,” jelas Gus Hamim Ketua Umum PKPTR, yang juga menjadi Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Roudlatul Ulum.

Adang Sukendar Djuanda selaku GM. PG Krebet I Malang menegaskan, bahwa sejatinya gula lokal tidak kalah dengan gula impor atau gula rafinasi.

“Gula impor warnanya putih sekali, kadang cenderung lembut. Rasanya kurang manis dibanding gula lokal. Sebenarnya gula lokal pun bisa diproses putih, tapi hasilnya tidak putih sekali,” papar Adang.

Saat ini masih ada sisa 44 ribu Ton gula petani menumpuk di gudang PG Krebet Baru dan PG Kebon Agung. Jumlah ini berkurang 11 ribu Ton dari temuan akhir bulan lalu, yaitu sebanyak 65 ribu Ton.

“Harus laku sebelum musim giling berikutnya, Juni 2021. Yang jadi masalah, itu gula milik petani yang belum dibayar. Sepanjang sejarah, ini yang terparah,” pungkas Gus Hamim. (A.Maria)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous post Documentary Dojo 3 Memperkuat Posisi Film Dokumenter Asia
Next post Momentum HUT Ke-19 AMPG Kota Blitar, Mantapkan Kesolidan Jajaran Pengurus Dan Anggota