IMG-20180115-WA0004 IMG-20180115-WA0008

Kediri, Beritamadani.co.id – Pagelaran wayang kulit semalam suntuk dengan Dalang Ki Jliteng Sungkono dari Desa Ngantru, Kecamatan Ngantru, Kabupaten Tulungagung, dengan Lakon “Wahyu Sekti Aji Wijoyo”.

Pagelaran wayang kulit ini dalam rangka HAUL. Eyang Mu’alip ke-20 dan Eyang Soemarni yang ke-12, di Desa Jambean RT.02, RW.01, Kecamatan Kras, Kabupaten Kediri, yang dilaksanakan pada Hari Sabtu, 13 januari 2018, mulai Pukul 21.30 WIB. sampai dengan Hari Minggu, 14 Januari 2018, Pukul 03.30 WIB. dihadiri oleh Kepala Wilayah Kecamatan Keras, Kapolsek Keras, Danramil Keras, Kepala Desa Jambean, Perangkat Desa Jambean, para tamu undangan dan masyarakat sekitar.

Dalam sambutannya, Suyono selaku ketua panitia, menyampaikan terimakasih kepada tuan rumah (Noto Wahyudi, Noto Wiyono dan Noto Buwono, red) yang telah memberikan kepercayaan untuk memeriahkan acara ini dan juga masyarakat sekitar yang telah menerima kehadiran panitia dengan senang hati. Tidak lupa mohon maaf apabila banyak kekurangan dalam menangani acara rutin setiap tahun ini.

Saat dikonfirmasi Awak Beritamadani.co.id, Noto Wahyudi yang merupakan Putra Pertama Eyang Mu’alip menyampaikan, “Acara ini merupakan HAUL. Bapak saya, Eyang Mu’alip ke-20 dan Ibu saya, Eyang Soemarni yang ke-12. Hari ulang tahun ini merupakan suatu peringatan kematian atau pengeling-eling. Pengeling-eling dalam hal ini kita mengingat kembali apa yang telah diajarkan beliau selama hidupnya. Bagaimana kita bisa bergaul dengan semua lapisan masyarakat. Tidak ada suatu tendensi apa-apa, disini legowo semuanya. Legowo maksudnya tanpa pamrih apapun”.

IMG-20180115-WA0003 IMG-20180115-WA0001

“Kesukaan beliau semasa hidupnya, dalam hari ulang tahun ini diwujudkan. Mulai dari tahlilan, pengajian, jaranan, pengobatan masal dan diakhiri dengan pagelaran wayang kulit semalam suntuk. Dengan acara seperti ini kita berkumpul dengan para ulama, tokoh masyarakat, pemerintahan, seniman, budayawan. Mari kita bersatu, menjalin kerukunan tanpa memandang suku, agama, pangkat dan golongan, bajunya  semua duduk bersama”, pungkas Noto Wahyudi.

Ditempat terpisah Awak Beritamadani.co.id, menemui Ki Jliteng Sungkono. Beliau  menceritakan, “Pagelaran wayang kulit dengan judul cerita Wahyu Sekti Aji Wijoyo. Jenis lakonnya carang dinapur maksudnya cerita ini merupakan suatu karangan yang dikarang oleh dalang tetapi ada kaitannya dengan pakem (ketentuan,red) dalam pewayangan. Cerita ini menyesuaikan dengan keadaan saat ini yang berkaitan dengan prahara dunia (Bahasa Jawa:gonjang ganjinge jagad,red). Masyarakat sekarang yang mulai kehilangan jati diri, budaya dan lainnya. Ini tergambar dari murcanya beberapa pusaka tindih atau pusaka keraton di Dworowati, Manduro termasuk para pendawa yang sedang murca (pergi tanpa bekas atau tanpa pesan, red). Murcanya pusaka dan para pendawa mencari kemuliaan untuk ketenteraman negara. Murcanya pusaka menjadi tokoh. Tokoh-tokoh ini nantinya melalui perjalan spiritual hingga akhirnya nanti penengah Pendawa, Kresna dan Bolodewo merupakan sosok seorang pemimpin yang menerima kanugrahan dari jagad, wujudnya wahyu sekti aji wijoyo”.

Sekti artinya terhindar dari segala bentuk ancaman. Kekebalan terhadap segala bentuk ancaman.  Aji artinya ratu atau wahyuning keraton. Wahyu artinya idola sosok pemimpin yang dibutuhkan masyarakat. Wijoyo artinya kejayaan, kemuliaan, kemakmuran rakyat. Wahyu Sekti Aji Wijoyo diterima 3 tokoh, yaitu: Janoko, Kresno bersama Bolodewo”.

IMG-20180115-WA0007 IMG-20180115-WA0002

“Pagelaran wayang ini bertujuan untuk melestarikan kesenian adi luhung bangsa  agar tetap lestari. Dalam pagelaran wayang ini ada tatanan, tontonan tetapi penuh dengan tatanan tuntunan. Wayang tidak hanya sekedar hiburan, tapi dalam cerita wayang ada: tuntunan, tatanan, kesuritauladanan. Anak-anak muda sekarang seharusnya lebih kreatif, lebih sensitif kearah sana. Karena ini erat hubungannya dengan perkembangan teknologi. Bangsa ini bisa seperti ini, berangkatnya dari wayang, ketoprak, bertani, masyarakat kita para leluhur dahulu yang memperjuangkan, seharusnya terus kita kembangkan dan kita tidak harus mengikuti gaya orang lain”, pungkas Ki Jliteng Sungkono.

Pagelaran wayang kulit semalam suntuk ini, dimulai dengan penyerahan gunungan dari H.M.Aqiyah, SH., sebagai perwakilan tuan rumah kepada Dalang Ki Jliteng Sungkono, disambut dengan tepuk-tangan yang meriah dari penonton yang sudah menunggu pagelaran wayang kulit mulai sore. Penonton tetap setia duduk menyaksikan pagelaran wayang kulit semalam suntuk mulai jejer sampai selesai.

Kita sebagai orang Jawa jadilah orang Jawa yang baik, sebagai Warga Negara Indonesia yang baik, yang bangga dengan budaya kita sendiri, melestarikan budaya adi luhung untuk kemajuan bangsa dan demi kehidupan anak cucu kita semua, untuk kehidupan berbangsa yang lebih baik. (Widya-Nurha)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous post Pasar Akik Goa Tabuhan
Next post HUT Pertuni ke-52 DPC Kab.Malang Gelar Parade Tongkat