IMG-20160524-WA0053[1]

Blitar, Beritamadani.co.id – Langit malam tadi malam terasa agak ganjil, sorenya gelap tapi makin malam bintang-bintang muncul  dari empat arah mata angin. Dari utara, timur, selatan, barat terus bermunculan, seakan menemani perjalanan saya yang  sendirian dari arah timur Kabupaten Blitar, untuk  menemukan Komunitas Blangkonan, yang menggelar acara  di arah barat Kabupaten Blitar perbatasan Desa Wates Kediri.  Dalam rangka Purnama Sidi dengan title “MOCOPAT KIBLAT PAPAT LIMO PANCER DI CANDI KALI CILIK”, Desa Candirejo, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar.  Perjalanan malam yang sunyi mulai terasa setelah  memasuki Desa Candirejo di arah utara Gunung Pegat Srengat. Setelah beberapa kali bertanya kepada penduduk yang terkenal ramah tersebut akhirnya sampai juga di Candi Kali Cilik, pukul 20.30 WIB waktu setempat . Sebuah bangunan Candi yang menurut angka tahun dibangun pada tahun  1271 saka (1349 Masehi red) pada Masa Pemerintahan Raja Prameswari Tribuana Tungga Dewi. Setelah sampai di depan Candi ternyata sangat sepi tidak ada aktivitas sama sekali dan pintu gerbang terkunci dari luar.  Menambah sunyi malam ini.. lho ……. Dimana komunitas blangkonannya?. “acaranya dibalai Desa, mas wartawan,” dengar suara mengagetkan dari arah belakang ternyata suara seorang spiritualis dari Plosorejo Kademangan Blitar yang tadi malam juga menghadiri acara. Kami berdua akhirnya sampai di lokasi acara pukul 21.00 WIB.

Suasana sakral mulai nampak dari kejauhan di malam yang sunyi dan gelap ini. Melihat  lampu ublik berjajar dari depan pintu gerbang balai Desa Candirejo berjajar, berbaris dengan cahaya bergoyang-goyang seperti pasukan kerajaan tempo dulu yang hormat senjata, menyambut kedatangan tamu kehormatan. Awak Beritamadani.co.id disambut dengan jabat mesra dan suara merdu tembang mocopat DANDHANGGULA pambuka acara oleh Ki Wito.

Sugeng rawuh, poro kadang sami

Keparengo kulo matur bagya

Lir niskala sedayane

Agung manggih rahayu

Sesarengan, ing dalu puniki

Nugrahane pangeran

kang mawantu-wantu

Mangga sami sesarengan

Ngidung mocopat kiblat papat limo pancer

Candirejo anggenya.

IMG-20160524-WA0054[1]

Pendapa balai Desa yang berbentuk joglo dengan 4 pilar kayu besar yang kokoh tersebut dipenuhi 43 tokoh macapat yang hadir dari  wilayah Kabupaten dan Kota blitar dari wilayah timur ,selatan,barat dan utara,  termasuk yang datang dari tengah yaitu paguyuban kiblat papat dari Kelurahan Bendogerit Kota Blitar ( Dekat Makam Bung Karno,red) pimpinan Ki Yoyok .

Di tengah tengah acara Ki Maryani sempat menjelaskan kepada awak Beritamadani,co.id.  Apa itu macapat kiblat papat lima pancer Blitar Kawentar ,”Ini manifestasi dari konsepnya Orang Jawa dalam hamemayu hayuning bawana (Menjaga keseimbangan alam raya,red).  Kiblat papat adalah sebagaimana arah tempat di alam raya ini ada muncul dari timur ke barat ,dari selatan ke utara di tengah tengah ada blowokanya (Ruang Kosong yang sejatinya berisi ,red) tempat segalanya mengumpul menyatu ke Dzat Jati dari Gusti (Tuhan) Yang Maha Tunggal .Seperti wujudnya Candi suci yang berbentuk segi empat dan di tengah tengah nya ada lingga yoni, di atas nya ada lambang matahari. Menggambarkan asal  usul manusia dan kemana kembalinya manusia “. Jelas Ki Maryani.

“Macapat kiblat papat lima pancer Blitar Kawentar di bidangi Empat Saka guru dari empat Kasepuhan Kabupaten/Kota Blitar yakni Ki Raban Yuwono, Ki Maryani, Ki Wito, Ki Purwo dan Penengahnya Ki Yoyok adalah tokoh-tokoh Pinisepuh mocopat Blitar Kawentar yang menjadi motivator penggerak terwujudnya kembali adi luhungnya budhaya jawa (Khususnya sastra macapat ,red). Sebagai wujud bakti manusia kepada sesama ,alam dan Tuhan”, tambah Ki Maryani sang Konseptor Paguyuban .

IMG-20160524-WA0055[1]

Di sesi sarasehan dan tanya jawab kemarin, Ki Raban Yuwono menjelaskan, “Bahwa rutinan macapat Kiblat papat lima pancer yang sudah keliling dari timur ( di Bale wetan ,Jugo ,Kesamben), Barat (Candi Wleri ,Srengat),Utara (Candi Palah ,Desa Penataran ,Kecamatan Nglegok), Selatan( Candi Simping  Desa Sumberjati Kecamatan Kademangan), Terus Ke tengah (Makam Bung Karno). Kembali lagi ke timur ( Candi Kotes Gandusari ), ke selatan (Situs Jimbe Kademangan), dan tadi malam sampai ke wilayah barat (wilayah Candi Kalicilik, Desa Candirejo, Ponggok) adalah merupakan bentuk keprihatinan melihat kenyataan Blitar yang kondang dengan sebutan Candi Sewu (Kota Seribu Candi, seribu Prasasti,red) tetapi kenyataannya sepi tidak banyak kegiatan yang dilaksanakan masyarakat yang berpusat kepada Candi atau bangunan suci bersejarah tinggalan nenek moyang asli bangsa kita.

“Tapi puji syukur pada Tuhan, bahwa kegiatan kita di Blitar Kawentar, Kiblat Papat Lima Pancer sudah membuahkan hasil, yakni lahirnya generasi yang peduli budhaya, peduli Candi seperti Ki Jontor, Ki Imam Sawentar, Kyai Nurhadi, Pak Kades Sunoto dan lain-lain yang dengan sangat mengejutkan dan menakjubkan, kemarin tanggal 5 Mei 2016 telah berhasil memotivasi menggerakkan ±10.000 (sepuluh ribu) masyarakat dari berbagai kelas social, suku ras, agama, antar golongan, pejabat kompak untuk ikhlas terlibat  di Kirab Pusaka dan Budhaya Lwang Wentar 2016 dalam rangka hari jadi Sawentar ke 756 Tahun. Kami berharap ini berlanjut dan setiap desa yang punya Candi atau prasasti bisa menggelar acara serupa, sehingga bisa menguntungkan banyak pihak dan dapat perhatian dari Pemerintah.

Sebagaimana Sawentar tahun depan sudah dijanjikan Bapak Bupati Blitar dibantu modal kegiatan sejumlah Rp.60.000.000,- (Enam puluh juta rupiah, red). Ditempat terpisah, Ki Maryani menjelaskan bahwa, “inti konsep dari kegiatan ini adalah: 1. Ngleluri Budhaya, Mukti dhiri,  dan Mawas Dhiri (membaca diri, red). 2. Olah cipta (mencipta tembang macapat, terdiri dari 11 pupuh adalah sanepan (gambaran) hidup manusia mulai lahir hinga mati, red), olah rasa dan karsa manages (melaksanakan ritual atau doa bersama dicandi atau tempat suci, red) dari arah manapun datangnya tanpa pandang bulu, siapa saja, apapun jabatannya, pekerjaannya, agamanya. Menuju satu arah kumpul  bersatu mendekatkan diri kepada Dzat Maha Agung, Maha Tunggal”, Imbuhnya.

“Harapan saya ke depan generasi muda supaya cepat ikut terlibat agar bisa secepatnya memahami betapa hebatnya bangsa kita dulu dan bisa bangga sebagai manusia nusantara. Demikian mbok yao (seharusnya, red) Pemerintah juga tergugah untuk ikut memberi jalan mudah terhadap segala upaya pelestarian cagar budaya dan pengembangan budaya lokal untuk mengimbangi derasnya gempuran budaya manca yang bersifat tidak sesuai dengan kepribadian asli bangsa kita.” Demikian Ki Maryani menutup wawancara dengan awak Beritamadani.co.id, untuk selanjutnya acara di akhiri dengan manages di Candi Kalicilik. (Wasis)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous post Tahu Kuning Merupakan Salah Satu Produk Unggulan Dari Kota Kediri
Next post Candi Kali Cilik Di Desa Candirejo Ponggok Blitar