IMG-20171003-WA0050 IMG-20171003-WA0032

Kediri,Beritamadani.co.id – Sosialisasi Pemaparan Hasil Penelitian Benda Purbakala oleh Team Peneliti Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, dilaksanakan Hari Senin, 02 Oktober 2017, mulai Pukul 10.00 WIB., sampai Pukul 11.30 WIB., di Desa Adan-adan, Kec. Gurah, Kab. Kediri. Tamu undangan yang datang dari berbagai elemen masyarakat. Mulai dari warga masyarakat sekitar, pers, Kepala Desa Adan-adan beserta perangkat desa, Kepala Wilayah Kecamatan Gurah, Kapolsek Gurah, Wakil Bupati Kediri, Kepala Dinas Pariwisata dan Kabudayaan Kabupaten Kediri beserta staf, pemerhati budaya diantaranya Lembaga Pelindung Pelestari Budaya Nusantara, komunitas PASAK dan lain-lain.

Dalam sambutannya, Drs. H. Masykuri, MM., selaku Wakil Bupati Kediri memaparkan, “Riset atau penelitian ini betul-betul berhasil dan nantinya candi ini bisa direkonstruksi kembali menjadi kebangaan bangsa ini dan kebangaan Masyarakat Kediri. Oleh karena itu kami titip kepada Masyarakat Adan-adan untuk tetap dijaga situsnya, tetap dijaga kelestariannya demi kemajuan bangsa dan negara kita”.

Setelah sambutan dari Wakil Bupati Kediri dilanjutkan dengan pemaparan sosialisasi hasil penelitian sementara dalam rangka memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang apa yang telah dikerjakan oleh Team Peneliti dari Puslit Arkenas.

IMG-20171003-WA0033 IMG-20171003-WA0046

Dalam pemaparannya Sukowati Susetyo selaku Ketua team menyampaikan, “Tujuan penelitian ingin mengetahui karakteristik dari situs ini, apakah candi atau gapura. Kita perlu membuktikan dengan melakukan penggalian dan penelitian”.

“Hasil dari penelitian Tahun 2016 di situs ini ada Kepala Kala, batu-batu candi, makara yang tampak 30 centimeter diatas permukaan tanah. Disamping itu disepanjang jalan dan pekarangan sebelah ini banyak kita temukan batu-batu candi. Kabar dari penduduk sini dulu ada masjid adan-adan, dulu dibuat dari bata-bata candi, bata-bata dari situs ini”.

“Penelitian tahun lalu kita menampakkan kepala kala, kita juga menggali di dekat kepala kala di dalamnya ada batu candi, juga ada struktur bata tetapi tumpang tindih tidak beraturan. Makara dengan bentuk lebih kecil dari makara yang muncul dipermukaan tanah dengan hiasan bagian tengah ada ularnya, ada batu linte batu-batu dari candi dan beberapa batu yang lainnya kemudian yang paling sangat hebat gaya seninya adalah Makara. Kita menggali karena jaraknya teratur 3,5 meter – 3,6 meter pasti di dalamnya seperti apa. Lalu kita gali dengan asumsi bahwa itu adalah pintu masuk menuju ke sebuah bangunan candi. Kemudian di dekat makara, kami menemukan fragmen arca ukuran kecil dari perut sampai ke pertengahan paha. Jadi kami belum bisa menentukan arca apa karena bentuknya yang masih fragmentaris”.

“Hasil penelitian Tahun 2017 awalnya mengapa kami menggali di tempat ditemukannya Arca Dwarapala itu? Di atas kertas digambar ketahuan ada makaranya, berarti di sekitarnya mungkin akan ada sesuatu. Akhirnya kami memutuskan untuk menggali di titik itu. 2 meter ke arah utara tapi agak mundur ke belakang. Alhamdulillah, di kedalaman 80 Cm kita sudah menemukan kepalanya.  Kemudian besoknya kita menggali pelan-pelan setiap 20 Cm ketemu leher terus ke bawah sampai akhirnya kita tahu bahwa arca itu ada di atas lapik jadi lapik dan arcanya menyatu jadi satu. Tinggi arca 180 Cm dan lebarnya 90 Cm. Nampaknya arca itu belum selesai juga kalau dilihat dari hiasannya ada yang memang sudah jadi tapi ada yang belum. Jadi mungkin itu juga unfinish sama dengan Kepala Kala. Nah karena kita ketemu Arca Dwarapala di kanan tentunya kita mau cari pasangannya. Maka kita buka kotak yang disebelah kiri. Tetapi kita tidak menemukan arca pasangannya. Tetapi itu tetap saja suatu data bahwa memang tidak ada. Tidak ada itu mungkin hilang atau memang tidak ada. Itulah yang sedang kami analisis”.

IMG-20171003-WA0045 IMG-20171003-WA0041

“Selain Arca Dwarapala itu kami juga menggali satu titik di tengah dengan harapan menemukan struktur dari bangunan candi ini. Disitu kita menemukan ada Makara dengan ukuran kecil hampir sama dengan temuan terdahulu tetapi dengan hiasan yang berbeda. Selain Makara juga ditemukan lapik tapi kita belum tahu apakah yang ada di atas lapik itu dahulu. Apakah arca atau yang lainnya. Kemudian juga batu-batu candi dan struktur bata. Struktur bata ini nampaknya orientasinya searah dengan Makara dan Dwarapala ini, lurus jadi memang itu aslinya seperti itu. Itu ada di kedalaman 3 Meter. Dengan ukuran bata asli panjangnya 41 Cm, tebal antara 7 Cm sampai 9 Cm, lebar 23 Cm”.

“Untuk pertanggalan secara absolut baru akan kami lakukan dengan analisis karbonety mudah-mudahan nanti bisa segera diketahui berapa. Kemudian kemarin kami menemukan batu fragmen keramik di kedalaman 3 Meter. Kalau dilihat sekilas dari Dinasti Song Abad ke  11 M – 13 M. Kalau pertanggalan relatif untuk saat ini baru kita bisa lakukan dengan perbandingan gaya seni makara yang mempunyai kemiripan dengan yang ada di Muara Jambi. Muara Jambi ada pertanggalannya yaitu Abad 11 M. Mungkin sama sekitar Abad 11 M – 12 M”, pungkas Sukowati Susetyo.

Kemudian dilanjutkan dengan pemaparan dari Agus Hascaryo dari segi Geologisnya. Agus Hascaryo memaparkan, “Kita sudah membuka 10 kotak galian ada ukuran 2Mx2M, 2Mx1M ternyata sampai kedalaman secara rata 3,4 M., selain kita bisa menyingkap temuan-temuan arkeologisnya juga menyingkap lapisan-lapisan tanah. Ternyata ada hubungan antara temuan arkeologis dengan temuan lapisan-lapisan tanah yang menutupi tinggalan budaya masa lampau”.

“Ada beberapa lapisan. Yang paling tua endapan piroplastik kelud purba. Diatasnya ada endapan palesui dimana masyarakat pendukung situs adan-adan ini hidup dan nampaknya mereka sudah mulai membuat bangunan. Kemudian saat sedang membangun terjadi letusan piroplastik dari Gunung Kelud sementara ditinggal. Pada saat kejadian mereka pindah sebentar kemudian kembali lagi dan mulai membangun yang agak besar, agak banyak. Membuat arca, lantai, bangunan-bangunan induk. Tampak disini pada saat itu mereka sedang membangun. Pada saat membangunpun ada kejadian endapan kelud. Piroplastik kelud sedang aktif sekitar 30-40 tahun mungkin sampai 70-80 tahun, karena fluktuasi kelud sekitar 30-40 tahun atau 70-80 tahun. Pada saat itu piroplastik kelud sangat tebal sehingga bisa kita bayangkan setebal 50 Cm itu bagaimana dari pasir yang kasar sampai abu menutupi daerah ini. Walaupun tidak terkena lahar. Disini tidak ada bukti lahar sama sekali hanya abu vulkanik. Mengapa banyak yang unfinish? Mungkin sering ditinggal pada saat kejadian itu. Selain itu juga masih ada kejadian lagi ada pasir tupan sangat tebal sekitar 40 Cm terjadi lagi kegiatan Kelud. Kalau kita lihat disini ada 4x kejadian Kelud yang mempengaruhi Situs Adan-adan. Dapat dilihat disini pasca pembangunan ada usaha-usaha pengambilan terutama di kotak yang sebelah barat ada bekas-bekas pengambilan. Benar-benar kelihatan dilapisan itu bahwa ada proses pengambilan. Sampai saat ini pun terakhir ada kejadian sedikit di lapisan paling atas ada endapannya”.

IMG-20171003-WA0048 IMG-20171003-WA0040

“Disini kita bisa melihat paling tidak dari satigrafi ada 2x pembangunan, efek dari gunung kelud juga mempengaruhi. Untuk paleotopografinya yang paling kita lihat masyarakat pendukung situs adan-adan sangat bijak. Topografi di daerah situs ini lebih tinggi dari daerah sekitarnya. Jadi tampak tidak ada banjir, dekat dengan sungai sekitar 300m. Kelayakan tempat betul-betul mereka memilih dan terencana. Sangat hebat mereka”, pungkas Agus Hascaryo.

Kemudian dilanjutkan dengan pemaparan oleh Ismail Lutfi. Ismail Lutfi memaparkan, “Kalau dari sisi penanggalan yang sudah tercover, situs ini bisa disebut sebagai candi karena ada Makara. Makara itu pada masa yang lebih kuno biasanya merupakan perpaduan dengan Kala namanya Kala Makara. Kala ada di atas, Makara ada di bawah. Disini kita juga mendapatan pasangan itu walaupun posisinya sudah tidak bersatu. Kepala kala yang ada sekarang ada 2 yang seharusnya 4. Kalaupun ada 2 maka kita sudah bisa mengambil semacam kesimpulan bahwa bangunannya pasti bangunan yang berdinding, ada ambang pintunya. Pada ambang pintu itu dilengkapi dengan Kala. Masing-masing Kala akan mewakili 1 sisi dinding. Andaikata candi ini bisa direkonstruksi tentu ada sebuah bangunan dengan ruangan berdinding  4”.

“Dari ukiran Makara istimewa baik dari penampilan maupun ornamentasi dipadu dengan Dwarapala, ada penjaga bangunan suci dengan postur berdiri (biasanya Jawa Timur menyebutnya Rejo Pentung) yang kebanyakan jengkeng. Rejo Pentung di Adan-adan ini istimewa karena berdiri. Ini adalah hal yang istimewa dari Adan-adan. Oleh karena itu sejumlah keistimewaan di Adan-adan ini sudah selayaknya ditampilkan kepada khalayak bukan disembunyikan lagi. Untuk menjadi bahan pembelajaran baik dari sisi arkeologi, sejarah, kesenian atau juga bidang keagamaan. Walaupun belum bisa dipastikan latar belakang keagamaan yang ada di Adan-adan ini Hindu atau Budha. Karena kita belum mengarah kesana. Mudah-mudahan tahun depan kalau bisa dilakukan eskafasi lanjutan kita bisa menemukan tanda-tanda kesana”.

“Lapisan Geologi terkait dengan lapisan budaya. Yang membuat kami terkejut dan senang karena semakin dalam kami menggali semakin menemukan informasi yang semakin mengejutkan kami. Awalnya kami berfikir bahwa ini berasal dari periode abad ke-11 ternyata ada kemungkinan karena pada lapisan yang terakhir kami buka masih ada potensi budaya di bawahnya lagi. Data lain dengan temuan-temuan sekitar daerah sini, ada informasi bahwa Wilayah Kediri ini sudah menjadi Wilayah Budaya sejak Abad ke-9 Masehi itu Zaman Raja Sendok. Ini masuk akal karena Raja Sendok wilayah kekuasannya sampai ke Malang selatan. Ini perlu kita kaji ulang karena dipenelitian ini kita belum menemukan data tertulis yang konkrit. Sehingga kita mau tidak mau sistim penanggalannya masih mengandalkan sistim lapisan geologi dibantu dengan kajian gaya seni arsitektur. Candi dari zaman ke zaman berbeda penampilannya”, pungkas Ismail Lutfi.

IMG-20171003-WA0042 IMG-20171003-WA0047

Saat dikonfirmasi Awak Beritamadani.co.id, Sukowati Susetyo dari Puslit Arkenas sebagai Ketua Team Peneliti di Situs Adan-adan memberitahukan bahwa, “penelitian ini berlangsung sejak Tanggal, 24 September 2017 sampai 03 Oktober 2017. Anggota team penelitian ada 9 orang, 5 dari pusat dan 4 dari daerah (ada yang dari PT. Geomap Yogyakarta, Universitas Malang Jatim, BPCB dan dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kediri”.

“Hal unik yang saya alami, hari pertama saya mengelus-elus Arca Dwarapala yang pengggaliannya baru dari sampai leher ke atas, malamnya tidak bisa tidur karena terbayang-bayang Arca Dwarapala. Waktu kelihatan dari leher ke atas itu kelihatannya mukanya bengis dan berdarah dingin, tapi setelah dibuka semua ternyata dia tidak bengis, dia ramah. Dan masyarakat antusias, saya senang tapi sekaligus juga agak mengganggu karena pada saat team peneliti meneliti struktur tanah di dalam lubang galian, kejatuhan tanah yang ada di atasnya. Kita harus tetap menghargai walaupun dia hanya sekedar arca”.

“Langkah kedepan rencana memang tetap dilanjutkan karena ini situs yang sangat menarik. Mudah-mudahan tetap berjalan. Apalagi kalau ada kerjasama antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Provinsi, itu akan lebih cepat lagi terungkap bentuk dari situs ini. Perkiraan ini Bangunan Suci masa Hindu Budha berupa Candi dari Kerajaan Kediri”.

Ada pertanyaan dari salah satu audience sosialisasi.”Bagaimana pendapat ibu tentang rumor yang beredar, kalau candi ini luasnya melebihi Candi Prambanan?

Sukowati menjawab:” Saya tidak pernah bicara seperti itu, saya tidak bisa mengira-ngira karena kita bicara berdasarkan data, kalau tidak ada data tidak bisa. Ada di struktur salah satu kotak yang digali, kita ketemu sudut, itu nanti bisa ditarik karena biasanya candi induk itu sekitar 8 Meter persegi. Jadi untuk kedepannya mungkin yang digali yang itu. Mungkin areanya bisa lebih luas lagi. Mungkin nanti tahun depan mudah-mudahan bisa menggunakan geolistik kita deteksinya bisa lebih cepat. Ini juga menggunakan ilmu eksak, ilmu bantu karena kita tidak mungkin berdiri sendiri arkeologi itu dari berbagai macam disiplin ilmu yang bisa membantu kami”.

IMG-20171003-WA0051 IMG-20171003-WA0043

“Yang membuat beda temuannya arca tinggi sekali. Sepanjang ini temuan arca ini tertinggi di Indonesia. Arca Dwarapala ini istimewa juga karena berdiri, biasanya pada jengkeng. Kalau dilihat dari temuannya sepertinya belum jadi. Seperti Kala itu masih seperti pola-pola kemudian dari Makaranya bawah sudah dihias dengan bagus tapi atas masih goresan pola. Untuk Arca Dwarapala juga begitu. Seperti anting sebelah kiri sudah dihias tapi yang kanan masih polos. Sebelah kanan masih seperti pola ular bermahkota”.

“Konsennya masih penasaran dengan situs ini apa, meskipun sekarang sudah 75 persen yakin kalau itu candi, tapi akan lebih yakin lagi kalau nanti kita bertemu dengan Arca Dewa apakah dia Hindu atau Budha. Kalau yang ada di Tondowongso di sini candinya kebanyakan Siwa, ada Candi Induk, ada 3 Candi Perwara kemudian arca-acanya juga Arca Siwaistis. Tetapi saya belum berani bilang akan sama karena belum kita temukan”.

Demi keamanan dan kelestarian benda purbakala, pada Hari Selasa, 03 Oktober 2017, lubang-lubang galian yang sudah diteliti ditutup kembali dilapisi dengan plastik baru ditimbun dengan tanah dan atasnya diberi tanda bahwa di situ ada benda purbakala. (Widya)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous post Ritual Sesaji Gunung Kelud 2017
Next post Pemasaran Hasil Produksi Kopi Dari Kelompok Tani Di Amstirdam Oleh Omah Kopi Jawi